Rabu, 15 Februari 2017

KH.Muhaiminan Gunardo


Ia sangat peduli pada gonjang-ganjing bangsa. Maka ia pun berkeliling tanah air: memimpin istigasah, menghibur umat, memberikan nasihat kepada pemerintah.
Jemaah istigasah menyambut Muktamar Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah yang memadati Masjid Jami’ Pekalongan baru saja menarik napas, setelah sebelumnya melantunkan syair Simthud Durar. Tiba-tiba terdengar suara menggelegar. Di shaf terdepan, sesosok tegap berpakaian putih-putih, lengkap dengan serban dan jubah, tampak khusyuk melantunkan tawasul kepada para aulia pendiri tarekat. Menilik perawakan dan suaranya, orang seakan tak percaya bahwa usianya telah melampaui 83 tahun.

Pembacaan doa-doa istighatsah yang baru selesai sepertinya tak menyisakan keletihan di wajahnya yang selalu segar. Dialah K.H.R. Muhaiminan Gunardo dari kaki Gunung Sindoro, Jawa Tengah. Tema istighatsah malam itu, sebagaimana istighatsahnya yang lain, ialah memohon keselamatan bangsa dari berbagai bencana yang belakangan menghantam bertubi-tubi. Semangat kebangsaan pengasuh Pondok Pesantren Kyai Parak Bambu Runcing, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, ini memang luar biasa.Usianya memang sudah cukup senja. Tapi kiprahnya semakin mengukuhkan profil ulama pejuang ini. Kepeduliannya akan gonjang-ganjing perjalanan bangsa mengantarkan langkahnya ke berbagai pelosok tanah air. Baik untuk memimpin istigasah, ngayemi-ayemi (menghibur) umat, maupun memberikan nasihat langsung kepada pemerintah.Seperti yang dilakukannya pertengahan Januari lalu, ketika Mbah Nan – demikian orang-orang dekatnya lazim menyapanya – berinisiatif mengajak beberapa sahabatnya untuk mengunjungi Aceh. Maka beberapa ulama pun ia gandeng: K.H. Abdullah Faqih (Langitan, Loamongan), K.H. Chotib Umar (Jember), K.H. Sofyan (Situbondo), K.H. Mas Subadar (Pasuruan), dan K.H. Abdurrahman Chudori (Tegalrejo, Magelang). Mereka berkunjung ke bumi Serambi Mekah untuk bertemu para ulama di sana.Maka dibuatlah kesepakatan: 13 Januari lalu meraka berkumpul di Jakarta, lalu bersama-sama terbang ke Aceh. Muhibah para kiai tersebut, menurut Mbah Nan, sebagai pengingat, sampai sekarang pun para kiai masih selalu siap tanggap terhadap setiap bencana yang menimpa bangsa. Perjuangan Mbah Nan, yang aktivitasnya belakangan bertambah karena menjadi anggota Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa, sepertinya tak kenal lelah, tak kenal berhenti.Besarnya kepedulian K.H.R. Muhaiminan Gunardo itu mungkin bukan sesuatu yang luar biasa jika dibandingkan dengan sejarah kejuangan kota Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, tempat Ponpes Kyai Parak Bambu Runcing yang diasuhnya berdiri. Dalam sejarah perjuangan bersenjata merebut kemerdekaan, kota kecil Parakan tak bisa dilepaskan dari bambu runcing – senjata andalan para pejuang kemerdekaan dalam revolusi bersenjata.

Lasykar Hizbullah
Di masa-masa awal revolusi fisik itu, setiap hari ribuan pejuangan mampir ke Parakan dalam perjalanan mereka dari ke front-front pertempuran di Magelang, Ambarawa, Ungaran, dan Semarang. Beberapa di antaranya bahkan datang dari berbagai daerah di Jawa Timur dan Jawa Barat. Adalah Kiai Subeki atau Mbah Subki, saat itu 90-an tahun, magnet yang menarik mereka ke Parakan. Setelah wafat ia dijuluki Kiai Parak Awal.
Sebelum berangkat ke medan pertempuran, para pejuang – rata-rata anak-anak anggota Lasykar Hizbullah – sowan kepada kiai sepuh yang sangat tawaduk ini. Oleh Mbah Subeki mereka didoakan, dan satu per satu senjata mereka dijamah sambil berdoa: Bismillahi bi ‘aunillah. Ya Hafidz, ya Hafidz, ya Hafidz. Allahu akbar, Allahu akbar, Allah akbar (Dengan menyebut nama Allah, dengan pertolongan Allah. Wahai Zat yang Maha Menjaga, Allah, yang Mahabesar).Begitulah “ijazah doa” yang diberikan oleh Mbah Subeki kepada para pejuang, yang kemudian terbukti menambah keberanian dan rasa percaya diri di medan perang. Bahkan diyakini mendatangkan perlindungan Allah dari hujan peluru dan bom lawan. Sejak itu, setiap hari ribuan orang memasuki Parakan untuk nyuwuake (memohonkan doa) buat senjata mereka. Mulai dari bambu runcing, pestol, bedil, karaben, bahkan kanon.
Dalam autobiografinya, Berangkat dari Pesantren, mantan Menteri Agama K.H. Saifudin Zuhri antara lain menulis, di antara pasukan yang singgah ke Parakan terdapat anggota Tentara Keamanan Rakyat dari Banyumas pimpinan Kolonel Soedirman – yang belakangan menjadi panglima besar. Mereka membawa peralatan tempur lengkap. Ketika itu mereka dalam perjalanan ke medan perang Ambarawa.Parakan sendiri daerah unik, karena merupakan pertemuan berbagai budaya, sebagaimana diceritakan oleh Saifudin Zuhri, “Sejak tertangkapnya Pangeran Diponegoro, sisa-sisa prajurit Mataram dalam taktik mengundurkan diri bergerak menyusuri Kali Progo melalui daerah Sentolo, Godean, Borobudur, Bandongan, Secang Temanggung, dan akhirnya Parakan, sebuah persimpangan tapal batas Karesidenan Banyumas, Kedu, Pekalongan, dan Semarang.Daerah dataran tinggi di kaki Gunung Sindoro itu menjadi tempat bertemunya bermacam-macam sisa prajurit Diponegoro dari berbagai daerah. Tidaklah mengherankan jika penduduk Parakan mempunyai unsur kebudayaan yang bercampur antara ketulusan rakyat Banyumas, kesabaran rakyat Kedu, keberanian rakyat Pekalongan, dan keterampilan rakyat Semarang.

Pencak Silat
Itulah Parakan, kota kecil tempat lahirnya K.H.R. Muhaiminan Gunardo. Ia adalah putra Raden Abu Hasan, yang lebih dikenal dengan nama K.H. Sumomihardho – salah seorang keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono II. Sementara ibundanya, Hj. Mahwiyah, adalah putri Kiai Badrun, sesepuh Parakan yang berpengaruh karena kedalaman ilmu agamanya.
Sejak muda, Kiai Muhaiminan – yang termasuk dalam forum Kiai Khos Langitan – gemar berolahraga, khususnya pencak silat, yang digelutinya di sela-sela mengaji kepada beberapa ulama besar. Tamat Sekolah Rakyat di Parakan, ia mengaji kepada K.H. Dalhar alias Mbah Dalhar (Pesantren Watucongol, Magelang), ulama besar yang pernah selama delapan tahun berkhalwat – mengasingkan diri untuk memusatkan perhatian pada ibadah (berzikir dan tafakur) kepada Allah SWT – di Gua Hira, tempat Rasulullah SAW melakukan hal yang sama, beruzlah. Mbah Dalhar juga dikenal sebagai mursyid Tarekat Syadziliyah yang termasyhur.Selepas dari Watucongol, Muhaiminan muda melanjutkan pengembaraannya dalam menuntut ilmu kepada K.H. Maksum (Lasem, Rembang), Kiai Muhajir di Bendo (Pare, Kediri), lalu ke Pesantren Tebuireng, Jombang.
Selain mengaji ilmu agama, di setiap pesantren yang disinggahinya Muhaiminan mendalami ilmu pencak silat. Pendekar tangguh yang pernah menjadi gurunya, antara lain, K.H. Nahrowi atau Ki Martojoto. Ia juga mendalami ilmu pencak silat di pesantren terakhir yang disinggahinya, yaitu Ponpes Dresmo (Surabaya), yang memang terkenal dengan keampuhan olah kanuragannya.
Sehari-hari, Mbah Minan selalu menyempatkan diri mendidik ratusan santrinya, dan mendampingi kurang lebih 30 orang pengajar. Terutama dalam mujahadah – zikir untuk meraih derajat yang tinggi di sisi Allah – dan istigasah setiap bakda magrib dan setiap malam Jumat dan Selasa Kliwon. Sementara pengelolaan sehari-hari pesantren yang berdiri pada 1955 itu diserahkan kepada sebuah kepengurusan yang dinamakan Idarah Ma’had Kiai Parak Bambu Runcing.Idarah tersebut juga membawahkan beberapa lembaga yang mengurus kepentingan pesantren dan umat. Termasuk Lembaga Seni Bela Diri Garuda Bambu Runcing (LGBR), perguruan pencak silat yang mengajarkan dua jenis ilmu bela diri, yakni pencak silat sebagai bela diri fisik dan bela diri batin. LGBR tidak hanya diikuti para santri, tapi juga warga masyarakat umum. Hingga kini anggota aktifnya kurang lebih 45.000 orang, bahkan telah memiliki beberapa cabang di Jawa dan Sumatra.Kemasyhuran Kiai Muhaiminan Gunardo dan pesantrennya dalam dunia spiritualitas memang telah membuah bibir di kalangan umat Islam, khususnya di Jawa Tengah. Di luar aktivitas keilmuan dan kanuragan, pesantren yang terletak di dataran tinggi eks Karesidenan Kedu ini memang selalu ramai dikunjungi orang. Baik yang hendak berkonsultasi masalah kehidupan, berguru ilmu hikmah, maupun untuk mengaji tasawuf kepada Mbah Nan.

Mengikuti jejak gurunya, Kiai Dalhar Watucongol, ia juga menjadi mursyid Tarekat Sadziliyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Ketika terjadi heboh pembunuhan terhadap para kiai dan santri pada 1999 – yang terkenal sebagai “kasus ninja”, karena pembunuhnya bertopeng seperti ninja – pesantren ini menjadi tujuan utama warga nahdliyin yang belajar membentengi diri.


Barangkali memang sudah menjadi ketentuan Allah SWT bahwa ulama Parakan secara turun-temurun ditugasi menjadi benteng pertahanan terakhir umat dalam menghadapi berbagai kesulitan. Bisa dimaklum jika langkah Kiai Muhaiminan sepertinya masih harus panjang – selama keadaan Indonesia belum memenuhi harapan yang dicita-
citakan para ulama pendahulunya.

Selasa, 14 Februari 2017

Sejarah berdirinya pagar nusa

SEJARAH GUS MAKSUM DAN LAHIRNYA PENCAK SILAT PAGAR NUSA


SEJARAH GUS MAKSUM DAN LAHIRNYA PENCAK SILAT PAGAR NUSA

GUS MAKSUM
Sang Pendekar Pagar Nusa
Pondok Pesantren dulunya tidak hanya mengajarkan ilmu agama dalam pengertian formal-akademis seperti sekarang ini, semisal ilmu tafsir, fikih, tasawuf, nahwu-shorof, sejarah Islam dan seterusnya. Pondok pesantren juga berfungsi sebagai padepokan, tempat para santri belajar ilmu kanuragan dan kebatinan agar kelak menjadi pendakwah yang tangguh, tegar dan tahan uji. Para kiainya tidak hanya alim tetapi juga sakti. Para kiai dulu adalah pendekar pilih tanding.
Akan tetapi belakangan ada tanda-tanda surutnya ilmu bela diri di pesantren. Berkembangnya sistem klasikal dengan materi yang padat, ditambah eforia pembentukan standar pendidikan nasional membuat definisi pesantren kian menyempit, melulu sebagai lembaga pendidikan formal.
Para ulama-pendekar merasa gelisah. H Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya yang gemar berorganisasi menemui KH Mustofa Bisri dari Rembang dan menceritakan kekhawatiran para pendekar. Mereka lalu bertemu dengan KH Agus Maksum Jauhari Lirboyo alias Gus Maksum yang memang sudah masyhur di bidang beladiri. Nama Gus Maksum memang selalu identik dengan “dunia persilatan”.
Pada tanggal 12 Muharrom 1406 M bertepatan tanggal 27 September 1985 berkumpulah mereka di pondok pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) yang khusus mengurus pencak silat. Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari daerah Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, serta Cirebon, bahkan dari pulau Kalimantan pun datang.
Musyawarah berikutnya diadakan pada tanggal 3 Januari 1986, di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, tempat berdiam Sang Pendekar, Gus Maksum. Dalam musyawarah tersebut disepakati pembentukan organisasi pencak silat NU bernama Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama “Pagar Nusa” yang merupakan kepanjangan dari “Pagarnya NU dan Bangsa.” Kontan para musyawirin pun menunjuk Gus Maksum sebagai ketua umumnya. Pengukuhan Gus Maksum sebagai ketua umum Pagar Nusa itu dilakukan oleh Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH Ahmad Sidiq.
Gus Maksum lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada tanggal 8 Agustus 1944, salah seorang cucu pendiri Pondok Pesantren Lirboyo KH Manaf Abdul Karim. Semasa kecil ia belajar kepada orang tuanya KH Abdullah Jauhari di Kanigoro. Ia menempuh pendidikan di SD Kanigoro (1957) lalu melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Lirboyo, namun tidak sampai tamat. Selebihnya, ia lebih senang mengembara ke berbagai daerah untuk berguru ilmu silat, tenaga dalam, pengobatan dan kejadukan (Dalam “Antologi NU” terbitan LTN-Khalista Surabaya).
Sebagai seorang kiai, Gus Maksum berprilaku nyeleneh menurut adat kebiasaan orang pesantren. Penampilannya nyentrik. Dia berambut gondrong, jengot dan kumis lebat, kain sarungnya hampir mendekati lutut, selalu memakai bakiak. Lalu, seperti kebiasaan orang-orang “jadug” di pesantren, Gus Maksum tidak pernah makan nasi alias ngerowot. Uniknya lagi, dia suka memelihara binatang yang tidak umum. Hingga masa tuanya Gus Maksum memelihara beberapa jenis binatang seperti berbagai jenis ular dan unggas, buaya, kera, orangutan dan sejenisnya.
Dikalangan masyarakat umum, Gus Maksum dikenal sakti mandaraguna. Rambutnya tak mempan dipotong (konon hanya ibundanya yang bisa mencukur rambut Gus Maksum), mulutnya bisa menyemburkan api, punya kekuatan tenaga dalam luar biasa dan mampu mengangkat beban seberat apapun, mampu menaklukkan jin, kebal senjata tajam, tak mempan disantet, dan seterusnya. Di setiap medan laga (dalam dunia persilatan juga dikenal istilah sabung) tak ada yang mungkin berani berhadapan dengan Gus Maksum, dan kehadirannya membuat para pendekar aliran hitam gelagapan. Kharisma Gus Maksum cukup untuk membangkitkan semangat pengembangan ilmu kanuragan di pesantren melalui Pagar Nusa.
Sebagai jenderal utama “pagar NU dan pagar bangsaGus Maksum selalu sejalur dengan garis politik Nahdlatul Ulama, namun dia tak pernah terlibat politik praktis, tak kenal dualisme atau dwifungsi. Saat kondisi politik memaksa warga NU berkonfrontasi dengan PKI Gus Maksum menjadi komandan penumpasan PKI beserta antek-anteknya di wilayah Jawa Timur, terutama karesidenan Kediri. Ketika NU bergabung ke dalam PPP maupun ketika PBNU mendeklarasikan PKB, Gus Maksum selalu menjadi jurkam nasional yang menggetarkan podium. Namun dirinya tidak pernah mau menduduki jabatan legislatif ataupun eksekutif. Pendekar ya pendekar! Gus Maksum wafat di Kanigoro pada 21 Januari 2003 lalu dan dimakamkan di pemakaman keluarga Pesantren Lirboyo dengan meninggalkan semangat dan keberanian yang luar biasa.GUS MAKSUM
Sang Pendekar Pagar Nusa
Pondok Pesantren dulunya tidak hanya mengajarkan ilmu agama dalam pengertian formal-akademis seperti sekarang ini, semisal ilmu tafsir, fikih, tasawuf, nahwu-shorof, sejarah Islam dan seterusnya. Pondok pesantren juga berfungsi sebagai padepokan, tempat para santri belajar ilmu kanuragan dan kebatinan agar kelak menjadi pendakwah yang tangguh, tegar dan tahan uji. Para kiainya tidak hanya alim tetapi juga sakti. Para kiai dulu adalah pendekar pilih tanding.
Akan tetapi belakangan ada tanda-tanda surutnya ilmu bela diri di pesantren. Berkembangnya sistem klasikal dengan materi yang padat, ditambah eforia pembentukan standar pendidikan nasional membuat definisi pesantren kian menyempit, melulu sebagai lembaga pendidikan formal.
Para ulama-pendekar merasa gelisah. H Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya yang gemar berorganisasi menemui KH Mustofa Bisri dari Rembang dan menceritakan kekhawatiran para pendekar. Mereka lalu bertemu dengan KH Agus Maksum Jauhari Lirboyo alias Gus Maksum yang memang sudah masyhur di bidang beladiri. Nama Gus Maksum memang selalu identik dengan “dunia persilatan”.
Pada tanggal 12 Muharrom 1406 M bertepatan tanggal 27 September 1985 berkumpulah mereka di pondok pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) yang khusus mengurus pencak silat. Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari daerah Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, serta Cirebon, bahkan dari pulau Kalimantan pun datang.
Musyawarah berikutnya diadakan pada tanggal 3 Januari 1986, di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, tempat berdiam Sang Pendekar, Gus Maksum. Dalam musyawarah tersebut disepakati pembentukan organisasi pencak silat NU bernama Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama “Pagar Nusa” yang merupakan kepanjangan dari “Pagarnya NU dan Bangsa.” Kontan para musyawirin pun menunjuk Gus Maksum sebagai ketua umumnya. Pengukuhan Gus Maksum sebagai ketua umum Pagar Nusa itu dilakukan oleh Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH Ahmad Sidiq.
Gus Maksum lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada tanggal 8 Agustus 1944, salah seorang cucu pendiri Pondok Pesantren Lirboyo KH Manaf Abdul Karim. Semasa kecil ia belajar kepada orang tuanya KH Abdullah Jauhari di Kanigoro. Ia menempuh pendidikan di SD Kanigoro (1957) lalu melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Lirboyo, namun tidak sampai tamat. Selebihnya, ia lebih senang mengembara ke berbagai daerah untuk berguru ilmu silat, tenaga dalam, pengobatan dan kejadukan (Dalam “Antologi NU” terbitan LTN-Khalista Surabaya).
Sebagai seorang kiai, Gus Maksum berprilaku nyeleneh menurut adat kebiasaan orang pesantren. Penampilannya nyentrik. Dia berambut gondrong, jengot dan kumis lebat, kain sarungnya hampir mendekati lutut, selalu memakai bakiak. Lalu, seperti kebiasaan orang-orang “jadug” di pesantren, Gus Maksum tidak pernah makan nasi alias ngerowot. Uniknya lagi, dia suka memelihara binatang yang tidak umum. Hingga masa tuanya Gus Maksum memelihara beberapa jenis binatang seperti berbagai jenis ular dan unggas, buaya, kera, orangutan dan sejenisnya.
Dikalangan masyarakat umum, Gus Maksum dikenal sakti mandaraguna. Rambutnya tak mempan dipotong (konon hanya ibundanya yang bisa mencukur rambut Gus Maksum), mulutnya bisa menyemburkan api, punya kekuatan tenaga dalam luar biasa dan mampu mengangkat beban seberat apapun, mampu menaklukkan jin, kebal senjata tajam, tak mempan disantet, dan seterusnya. Di setiap medan laga (dalam dunia persilatan juga dikenal istilah sabung) tak ada yang mungkin berani berhadapan dengan Gus Maksum, dan kehadirannya membuat para pendekar aliran hitam gelagapan. Kharisma Gus Maksum cukup untuk membangkitkan semangat pengembangan ilmu kanuragan di pesantren melalui Pagar Nusa.
Sebagai jenderal utama “pagar NU dan pagar bangsaGus Maksum selalu sejalur dengan garis politik Nahdlatul Ulama, namun dia tak pernah terlibat politik praktis, tak kenal dualisme atau dwifungsi. Saat kondisi politik memaksa warga NU berkonfrontasi dengan PKI Gus Maksum menjadi komandan penumpasan PKI beserta antek-anteknya di wilayah Jawa Timur, terutama karesidenan Kediri. Ketika NU bergabung ke dalam PPP maupun ketika PBNU mendeklarasikan PKB, Gus Maksum selalu menjadi jurkam nasional yang menggetarkan podium. Namun dirinya tidak pernah mau menduduki jabatan legislatif ataupun eksekutif. Pendekar ya pendekar! Gus Maksum wafat di Kanigoro pada 21 Januari 2003 lalu dan dimakamkan di pemakaman keluarga Pesantren Lirboyo dengan meninggalkan semangat dan keberanian yang luar biasa.

Senin, 13 Februari 2017

PORPROV 2018

Kota Tegal batal Jadi Tuan Rumah Porprov 2018

Rencana Kota Tegal untuk menjadi tuan rumah Porprov Jawa Tengah XV pada tahun 2018 mendatang, batal terealisasi.

TEGAL - Rencana Kota Tegal untuk menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Tengah (Jateng) XV pada tahun 2018 mendatang, batal terealisasi. Ketua Komisi III DPRD Kota Tegal Sutari, Jumat (10/2), menjelaskan, batalnya Kota Tegal menjadi tuan rumah Porprov Jateng XV merupakan hasil pembahasan Rapat Anggota Tahunan (RAT) KONI Jawa Tengah.
Menurut Sutari, pembatalan itu disebabkan karena Kota Tegal dinilai belum siap menyelenggarakan. Namun demikian, kota ini masih memiliki kesempatan menjadi tuan rumah pada 2022 mendatang. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut menerangkan, daerah lain yang siap menjadi tuan rumah Porprov Jateng XV antara lain Magelang, Surakarta/Solo, dan Semarang.
“Yang menentukan daerah mana, nanti gubernur,” jelasnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Tegal Hartoto menyampaikan, dia sudah mengetahui informasi pembatalan tersebut melalui media. Namun, sampai saat ini belum menerima surat resmi dari Gubernur Jawa Tengah terkait pembatalan itu.
“Kami masih menunggu pemberitahuan dari provinsi,” ujar Hartoto yang mantan kepala Satuan Polisi Pamong Praja.
Pemkot Tegal, sambung dia, telah berupaya mempersiapkan sarana dan prasarana (sarpras) untuk penyelenggaraan porprov. Dia memastikan pembangunan sarpras yang belum rampung, tetap dilanjutkan jika tuan rumah porprov diputuskan di daerah lain.
“Pembangunan sapras tersebut kan bukan hanya untuk Porprov, namun untuk kemajuan olahraga secara umum,” imbuhnya.
Sementara itu, pembatalan ini mengundang kekecewaan dari sejumlah pimpinan cabang olahraga. “Ini kesempatan langka, apabila batal di Kota Tegal, kami kecewa,” ujar Ketua Askot PSSI Kota Tegal Agam Wijaya.
Agam mengatakan, Porprov merupakan momen prestisius bagi semua insan olahraga. Menjadi tuan rumah, adalah sebuah kehormatan bagi suatu daerah. Pada penyelenggaraan porprov selanjutnya, dia masih berharap Kota Tegal bisa menjadi tuan rumah.
“Selanjutnya, Kota Tegal harus bisa menjadi tuan rumah,” ujar pria asli Kota Tegal yang tengah berupaya membangkitkan cabang olahraga sepak bola di Kota Bahari ini. (nam/ela/zul)

SURAT UNDANGAN RAPAT





PENCAK SILAT NU PAGAR NUSA KENDAL
Seketariat : Graha Nu kendal
Kab.KendalTelp 08179553145
Email :_pagarnusakendal@gmail.com
 


Nomor             :    / PN Kndl /XI/ 2/2017

Lampiran         : -
Hal                  :Undangan Rapat

KepadaYth :
Pelatih/PAC
Pencak Silat Pagar Nusa
Di tempat
Assalamu’alaikumWr. Wb.

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya UKT(Ujian Kenaikan tingkat)Pencak Silat Pagar Nusa, maka bersama ini kami mengundang seluruh PELATIH/PAC untuk hadir dalam rapat persiapan yang akan dilaksanakan pada:



Hari/Tanggal   : Sabtu, 18 Februari 2017
Waktu              : 19.00 WIB
Tempat            : Rumah Kang Ali Imron, Desa Ringinarum RT. 01/03 Dukuh Maron  -                                               Kec.Ringinarum – Kab.Kendal


Demikian undangan ini kami sampaikan, mengingat pentingnya acara ini maka Bapak/Ibu dimohon hadir tepat pada waktunya. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Wassalamu’alaikumWr. Wb.


         Ketua                                                                                                Sekretaris

                                                            Mengetahui
 Mahbub Rosidi,                                                                                        Badowie
                                                     Masrur, S.P.d, M.Pd

Selasa, 24 Januari 2017

Pengumuman UKT

AssalamualikumWr.Wb,

Sehubungan akan di adakannya UKT(Ujian Kenaikan Tingkat) Pencak Silat Pagar Nusa Sekabupaten Kendal Kami PC(Pimpinan cabang) menginformasikan kepada segenap Anak didik kami. yang Insyaalah akan kami selenggarakan pada :

                
Hari /Tanggal  :Minggu, 26 Februari 2017
Waktu              :07.00 WIB Sampai selesai
Tempat            :SMA NU 04 Kangkung-Kec.Kangkung – Kab.Kendal
           

Maka kami selaku panitia pelaksana kegiatan UKT pencak silat NU Pagar Nusa berharap semua siswa siswi pencak silat NU Pagar Nusa bisa mengikuti kegiatan tersebut.Atas perhatian dan dukunggannya kami ucapkan banyak terimakasih.

WasalamualaikumWr.Wb